Cinta Di Bawah Langit
Senja
“Tuhan pernah menitipkan hatiku pada
orang yang salah. Mengajarkan ku arti ikhlas yang sesungguhnya. Hingga ada saat
dimana, ia memberikan sepenuh hatiku pada orang yang sangat tepat”
Sudah setahun kejadian tersebut berlalu. Kejadian kelam yang
membuat gadis tersebut menutup diri. Baginya, merasakan jatuh cinta adalah hal
yang paling membahagiakan, dan kini ia sadar bahwa itu hanyalah awal. Karena
akhirnya, ia harus mengikhlaskan seseorang yang hanya mempermainkan rasa
cintanya. Perjalanan nya ke Yogyakarta pun mempertemukannya pada pengalaman
baru. Sifat baru, juga kebiasaan unik. Mungkin perkenalannya pada tetangga
Nenek nya tersebut, yang merubah sikap dingin nya.
“Kamu kenapa? Gak baik ngelamun malam-malam di luar rumah.
Nanti kena sawan loh!” Wanita paruh baya itu pun akhirnya menghampiri putri
nya.
“Yuna gak ngelamun kok.” Jawab gadis berambut panjang itu
singkat.
“Kamu suka kan, sama anaknya Bu Mutia, tetangga sebelah?”
Mendengar pertanyaan aneh seperti itu, kontan Yuna mengerutkan kening.
“Maksud Ibu aku suka sama Dio?” Gadis itu terkekeh pelan, “Kok
Ibu bisa kepikiran kayak gitu sih?” Tanya nya bingung.
“Ibu juga pernah muda, Yuna. Lagi pula yang Ibu lihat, Dio
itu memiliki ketertarikan sama kamu. Kamu juga nyaman, main sama dia. Jadi
kenapa enggak?” Yuna pun hanya diam. Dalam sekerjap banyak pertanyaan di lubuk
hatinya. Termasuk tentang jatuh cinta. Apa benar, ia sudah berani untuk kembali
jatuh?
“Kamu sudah besar, yang jelas tau mana yang baik dan tidak.
Pesan Ibu cuma satu, kamu harus ikhlas. Karena apa pun yang akan terjadi
kedepannya, cuma Tuhan yang tahu. Baik buruk nya keadaan, kamu harus
menjalaninya dengan ikhlas. Itu kunci kebahagiaan.” Wanita paruh baya itu pun
membelai rambut Yuna dengan penuh kasih. Tergambar jelas kalau ia sangat
mencintai putri nya.
___
"Dio,”
Ucap Yuna setelah keduanya terjebak dalam keheningan. Lelaki itu pun menoleh,
menatap gadis di sebelahnya dengan tanda tanya. “Aku boleh tanya sesuatu?”
Lanjutnya sembari mengubah posisi nya menjadi duduk. Lelaki berperawakan
tinggi-gagah disebelahnya pun ikut duduk, tak lama setelah itu ia mengangguk.
“Kenapa
selama aku liburan di kota ini, kamu
hanya membawa aku ke pantai? Bukan nya kota ini memiliki banyak tempat objek
wisata, ya?” Yuna menatap dengan penasaran, sedangkan yang ditanya hanya
tersenyum simpul.
“Pantai itu
tenang. Dia juga menggambarkan sebuah rasa kesetiaan.” Tatapan Yuna semakin
menyiratkan rasa penasaran. “Disisi lain, pantai selalu mempunyai senja yang
mengajarkan artinya sebuah ke ikhlasan.”
“Ikhlas?”
Ulang Yuna. Dan Dio pun mengangguk.
“Kita selalu
dibuat takjub dengan pesona senja yang begitu indah. Sampai terkadang, kita
tidak menyadari kalau sehabis cahaya senja, akan datang gelap yang membuat kita
merasa kecewa. Disitulah aku belajar ikhlas.” Tanpa sadar Yuna sudah mengukir
senyumnya. Ia merasa dibuat kagum dengan tutur Dio.
“Aku gak
nyangka kalau pantai memiliki arti yang begitu indah.” Yuna pun menatap
sekelilingnya takjub. “Makasih ya, karena kamu sudah membuat aku lebih
termotivasi untuk belajar ikhlas.” Yuna menatap Dio lamat.
“Pada
dasarnya itu bukan karena aku. Kamu bisa ikhlas kayak gini, karena kamu memang
berusaha mengikhlaskannya.” Lagi-lagi tutur Dio membuat Yuna berdecak kagum.
“Yuna,” Perlahan
Dio menelan saliva nya. “Aku jatuh cinta sama kamu. Apa kamu sudah benar-benar
mengikhlaskannya?” Yuna pun dibuat tercekat.
“Apa kamu
bisa, membuat aku tidak terjatuh kembali?” Senyum Dio pun mengembang, disusul
dengan anggukan dari Yuna.
“Kalau
langit saja tidak takut kehilangan senjanya. Untuk apa aku harus takut terjatuh
lagi? Aku yakin, kamu akan selalu mencintaiku.”
Komentar
Posting Komentar